Comments

Monday 5 April 2010

Pengembangan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar

PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH
SEBAGAI SUMBER BELAJAR

I. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suayatno (praktisi pendidikan YLPI Duri), menurut laporan Bank Dunia No. 16369-IND, dan Studi IEA (International Association for the Evalution of Education Achievermen) di Asia Timur, tingkat terendah membaca anak-anak di pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5). Bukan itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanya 30 persen. Data lain juga menyebutkan, seperti yang ditulis oleh Ki Supriyoko (Kompas, 2/7/2003), disebutkan dalam dokumen UNDP dalam Human Development Report 2000, bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen, dan negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Jerman, dan AS umumnya sudah mencapai 99,0 persen.
Persoalan Membaca
Persoalan membaca yang selalu mengemuka, terutama dikalangan pelajar kita, adalah bagaimana cara menimbulkan minat baca dan cara membaca yang baik. Untuk menimbulkan minat baca dan bagaimana cara membaca yang baik terletak pada tingkat ingin tahu yang tinggi. Untuk meningkatkan ingin tahu, maka harus dihadapkan kepada persoalan yang membuat penasaran dan segera ingin mengetahuinya. Buku itu dibaca karena tingkat penasaran dan keingintahuan anak-anak tentang cerita selanjutnya. Rasa ingin tahu akan "memaksa" anak untuk membaca buku selanjutnya. Dari sikap ingin tahu itu timbullah sikap konsentrasi membaca dan tingkat fokus bacaan yang baik. Dengan demikian, terjawablah persoalan bagaimana menimbulkan minat baca dan bagaimana cara membaca yang baik itu.
Mengapa ketika membaca buku-buku ilmiah rasa bosan cepat datang dan tidak demikian halnya ketika kita membaca buku cerita? Karena membaca buku cerita tingkat ingin tahu dan rasa penasaran akan semua isi cerita buku itu lebih tinggi ketimbang membaca buku ilmiah. Inilah yang membuat kita mampu bertahan menahan kantuk ketimbang membaca buku pelajaran. Namun, minat dan objek bacaan tentu saja akan selalu berubah dengan perkembangan usia. Pada orang dewasa tingkat ingin tahu yang timbul juga semakin tinggi, maka bahan bacaannya juga akan tinggi sesuai dengan minatnya. Namun persoalan yang urgensi di sini adalah, bagaimana tingkat ingin tahu melalui bahan bacaan pada diri anak-anak bisa dan tetap terpupuk. Sehingga ketika dewasa ia terbiasa dengan membaca.
Perubahan Mental
Buku-buku petualang, cerita dongeng, atau buku semacam kisah nyata para Nabi dan Rasul, bisa membangkitkan imajinasi dan keingintahuan pada diri anak-anak. Di sinilah, peran sekolah sangat penting, bagaimana membuat lingkungan perpusatakaan penuh dengan bahan bacaan yang beragam, bukan hanya buku paket pelajaran sekolah saja seperti yang ada selama ini. Dengan timbulnya minat baca yang tinggi dan di dorong dengan tersedianya bahan bacaan yang bagus dan beragam, adalah gerbang pengetahuan yang dapat mengantarkan kepada kehidupan masyarakat yang mencerahkan. Individu masyarakat yang mencerahkan adalah individu pembelajar, atau meminjam istilah Andrian Harefa, inilah yang dikatakannya sebagai "manusia pembelajar". Manusia pembelajar dalam mencari pengetahuan dan makna hidup, bukan lagi menggantungkan diri kepada lembaga atau institusi pendidikan. Tetapi lebih dari itu, kehidupan yang dilalui dan realitas kehidupan yang dihadapinya merupakan pengalaman yang mengajarkan serta mampu mendewasakannya. Inilah yang dikatakan oleh para ahli pendidikan sekarang dengan belajar di "sekolah kehidupan".
Jadi, membaca merupakan suatu hal yang sangat urgensi dalam memajukan setiap pribadi manusia. Karena hakikat membaca adalah perubahan mental. Jika tidak ada perubahan, baik cara pandang, sikap, atau perilaku, maka seseorang belumlah dapat dikatakan membaca. Dan, "dengan membaca kita mengetahui dunia dan dengan menulis kita mempengaruhinya". Saat ini, ujung pena J.K Rowling dengan karya Harry Potter-nya, telah membuktikan bahwa menulis dapat mempengaruhi dunia.
Perpustakaan Sekolah seharusnya dapat dijadikan tempat atau sarana untuk membantu menggairahkan semangat belajar, menumbuhkan minat baca, dan mendorong membiasakan siswa belajar secara mandiri, karena perpustakaan berfungsi sebagai sarana edukatif, informatif, riset, dan rekreatif. Namun kenyataannya belum semua sekolah memiliki perpustakaan. Sedangkan sekolah yang telah mempunyai perpustakaan, belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan tersebut, yang disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain: (1) Lokasi perpustakaan yang kurang nyaman (kondusif), jam buka yang sangat terbatas (hanya pada saat jam istirahat sekolah), koleksi buku terbatas, fasilitas kurang memadai, dana terbatas; (2) Pengelolaan yang kurang profesional; (3) Guru kurang berpartisipasi dalam pemanfaatan perpustakaan bagi siswa; dan (4) Kurangnya koordinasi antarperpustakaan.
Berkenaan dengan hal tersebut, beberapa waktu yang lalu Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas telah mengadakan seminar dengan tema "Pengembangan Perpustakaan sebagai Sumber Belajar". Seminar menyimpulkan bahwa keberadaan perpustakaan di sekolah merupakan suatu keharusan. Selanjutnya, untuk mengembangkan perpustakaan sebagai sumber belajar direkomendasikan: (1) Perlunya pengadaan perpustakaan di setiap sekolah/kecamatan; (2) Perlunya pemberdayaan sarana prasarana perpustakaan; (3) Perlunya setiap sekolah memiliki tenaga pengelola perpustakaan (pustakawan) yang profesional, yang bertugas khusus mengelola perpustakaan; (4) Perlunya guru dan siswa memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar; dan (5) Perlunya koordinasi antara perpustakaan sekolah dengan perpustakaan nasional, perpustakaan wilayah, perpustakaan umum, perpustakaan keliling, perpustakaan kecamatan, perpustakaan perguruan tinggi, dan perpustakaan khusus/instansi.
Implikasinya adalah: (1) Terdapatnya perpustakaan yang memadai di setiap sekolah/kecamatan; (2) Pendirian sekolah harus disertai dengan pengadaan perpustakaan yang memadai; (3) Pemberdayaan sarana prasarana perpustakaan yang ada, sehingga dapat menarik minat siswa untuk memanfaatkannya; (4) Pengadaan/pemberdayaan tenaga pengelola perpustakaan (pustakawan) sehingga dapat mengelola perpustakaan secara profesional; (5) Pemberdayaan guru dan siswa dalam pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar; (6) LPTK hendaknya menghasilkan guru yang dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar; dan (7) Adanya ikatan kerja sama antarperpustakaan yang dapat mempermudah guru dan siswa memanfaatkan berbagai perpustakaan sebagai sumber belajar.
Berdasarkan hasil kunjungan langsung ke sekolah-sekolah di Seluruh Kabupaten Kota se Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam ”Kampanye Menumbuhkan Budaya Membaca Masyarakat” pada Desember 2006 yang didanai oleh Satuan Kerja Revitalisasi Kebudayaan BRR NAD-Nias dan ”Penyuluhan Minat Baca dan Kesehatan” melalui program ”Reading Activity with Smart Car” yang didanai oleh CBM International ke sekolah-sekolah di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat dan Aceh Barat Daya, maka YPKGM menemukan kenyataan yang cukup menyedihkan bahwa hampir 85% Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang memiliki Perpustakaan Sekolah hanya memiliki koleksi buku-bukunya hanyalah buku paket yang telah kadaluarsa sehingga perpustakaan tidak lebih dari Gudang saja, 10% diantaranya bahkan tidak memiliki Perpustakaan sama sekali, dan hanya 5% yang memiliki perpustakaan dengan fasilitas buku yang masih sangat minim dan tidak sebanding dengan jumlah siswa yang ada.
II. ISYU KEBIJAKAN / PERMASALAHAN
1. Masih terdapat sekolah-sekolah yang belum memiliki perpustakaan.
2. Perpustakaan yang ada, belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan sebagai tempat/sarana untuk menggairahkan semangat belajar, menumbuhkan minat baca, dan mendorong membiasakan siswa belajar secara mandiri, yang disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain:
• Lokasinya kurang nyaman/kondusif;
• Jam buka yang sangat terbatas;
• Koleksi buku terbatas;
• Fasilitas kurang memadai; dan
• Dana yang terbatas.
3. Pengelolaan perpustakaan kurang profesional, yang disebabkan oleh ketiadaan tenaga pengelola (pustakawan) yang profesional.
4. Guru kurang berpartisipasi dalam pemanfaatan perpustakaan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi siswa.
5. Belum adanya koordinasi antara perpustakaan sekolah dengan perpustakaan lain.
III. REKOMENDASI KEBIJAKAN
1.1. Perlunya pengadaan perpustakaan di setiap sekolah/kecamatan.
2.1. Perlunya pemberdayaan sarana prasarana perpustakaan yang ada.
3.1. Perlunya setiap sekolah memiliki tenaga pengelola (pustakawan) yang profesional, yang bertugas khusus mengelola perpustakaan.
4.1. Perlunya guru dan siswa memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar.
5.1. Perlunya koordinasi antara perpustakaan sekolah dengan perpustakaan nasional, perpustakaan wilayah, perpustakaan umum, perpustakaan keliling, perpustakaan perguruan tinggi, dan perpustakaan khusus/instansi.

IV. IMPLIKASI KEBIJAKAN / PROGRAM
1.1.1. Terdapatnya perpustakaan yang memadai di setiap sekolah/kecamatan.
1.1.2. Pendirian sekolah harus disertai dengan pengadaan perpustakaan yang memadai dari segi, antara lain:
• Lokasi;
• Jam buka;
• Koleksi buku;
• Fasilitas;
• Dana;
• Pengelolaan; dan
• Pengelola (pustakawan)
2.1.1. Pemberdayaan sarana prasarana perpustakaan yang ada, sehingga dapat menarik minat siswa untuk memanfaatkannya, misalnya:
• Mudah diakses keberadaannya;
• Mengatur ruangan menjadi nyaman;
• Menambah jam buka;
• Menambah koleksi buku;
• Membuat kartu anggota yang menarik;
• Membuat kartu pengingat yang menarik untuk mengembalikan buku;
• Siswa boleh aktif melayani sendiri; dan
• Mengalokasikan dana untuk kebutuhan perpustakaan.
3.1.1. Pengadaan/pemberdayaan pengelola perpustakaan (pustakawan), misalnya:
• Mengadakan acara mengenal perpustakaan;
• Menerbitkan daftar buku (koleksi perpustakaan) secara berkala;
• Bekerja sama dengan para guru untuk mengadakan kegiatan promosi minat baca, seperti membentuk kelompok pecinta buku, lomba minat baca, dsb.;
• Menjalin kerja sama antarperpus-takaan sekolah, kerja sama dengan penerbit, organisasi-organisasi sosial dan agama, serta pemerintah daerah untuk menyumbang koleksi perpustakaan;
• Menerbitkan majalah sekolah dan mendistribusikan kepada para siswa untuk dibaca;
• Menyelenggarakan program inovasi tentang pemanfaatan perpustakaan di sekolah;
• Menyelenggarakan jam cerita (story telling) kepada para siswa secara periodik.
4.1.1. Pemberdayaan guru dan siswa dalam pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar, misalnya:
• Memilih siswa teladan yang telah membaca buku terbanyak dan dapat menceritakan isinya;
• Melaksanakan program wajib baca pada siswa;
• Memberikan tugas baca kepada siswa dan kemudian diminta untuk membuat abstrak/sinopsis dari buku yang telah dibaca;
• Menceritakan orang-orang yang sukses sebagai hasil membaca;
• Menugaskan/memotivasi siswa untuk membaca di perpustakaan bila ada waktu luang;
• Mengubah sistem belajar mengajar, yang dapat mendorong siswa banyak membaca (memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar);
• Memberikan waktu khusus kepada siswa untuk membaca di perpustakaan;
• Memberi tugas membaca buku tertentu kepada siswa di rumah;
• Memberikan bimbingan membaca pada para siswa.
5.1.1. Adanya ikatan kerja sama antar perpustakaan yang dapat mempermudah guru dan siswa memanfaatkan berbagai perpustakaan sebagai sumber belajar.
IV. PRIORITAS UTAMA

Berdasarkan Rekomendasi Kebijakan dan Implikasi Kebijakan / Program diatas, saat ini hal yang paling penting yang harus dilakukan untuk menumbuhkan minat baca adalah pengadaan buku untuk koleksi perpustakaan sekolah, yang harus beragam dan mendukung pelajaran sekolah serta menambah pengetahuan umum anak.

V. METODELOGI DAN STRATEGI
Faktor utama untuk melaksanakan program Pengembangan Perpustakaan Sekolah adalah media / objek bacaan dan pembaca. Dalam hal ini metode yang ditetapkan sebagai indicator keberhasilan program sebagai berikut :
1. Sumber bacaan
2. Lokasi
3. Pembaca
4. Pembimbing

Penerapan metode-metode untuk mengajak anak-anak berminat membaca memang sulit, sebagian dari mereka lebih menyukai bermain dibandingkan membaca. Sebenarnya factor-factor yang mengakibatkan mereka malas dan bosan membaca adalah :
1. Bacaan lebih bersifat ilmiah
2. Terlalu sedikit penampilan object/gambar
3. Buku terlalu tebal
4. terkadang tidak sesuai dengan imajinasi anak-anak
5. Lokasi sempit dan ribut
6. Buta aksara
7. Tidak adanya pembimbing

Factor diatas sangat mempengaruhi minat anak-anak dalam membaca, solusi untuk persoalan tersebut dapat kita ciptakan dengan pedoman dasar mendidik anak-anak yaitu bagaimana menciptakan suasana belajar sambil bermain, jika suasana tersebut telah tercipta degan sendirinya mereka akan mencintai membaca.
Pola dasar demikian dapat diterapkan berdasarkan tujuan penerapan program, seperti buku bacaan bagaimana yang akan kita berikan, dan kepada anak-anak seusia berapa ini akan diaplikasikan. Untuk itu kita harus terlebih mengelompokkan jenis-jenis buku dan usai para pembaca.
Adapun jenis-jenis cerita, buku bacaan dan jenis lomba sesuai dengan umur anak dapat kita kelompokkan sebagai berikut :
1. Jenis cerita
a) Dongeng seperti Dongeng Putri Salju, Cinderella dll sesuai dengan anak usia 3 – 9 tahun
b) Cerita Petualangan seperti Kisah Si Pelaut Sinbad, Kisah Anak Rimba dll sesuai dengan anak usia 7 – 12 tahun
2. Jenis Bahan Bacaan
a) Buku Agama Islam bergambar yang langsung bisa diimajinasikan oleh pembaca. Seperti sejarah Rasul/nabi, Anak Sholeh, Siksa Kubur, Neraka-Surga, dll sesuai untuk anak-anak umur 9-15 Tahun
b) Buku Ilmu Pengetahuan Alam degan menampilkan ambar-gambar / objek sebagai informasi baik secara natural, teknologi dan imajinasi untuk anak-anak umur 9-15 tahun
c) Buku sejarah nasional/umum dan bergambar, sebagai bayangan dan kenangan bagi anak-anak siapa dan kapan sebenarnya itu terjadi untuk anak-anak umur 9-15 tahun
d) Majalah-majalah anak-anak untuk anak-anak umur 9-12 tahun
e) Komik bernuansa Islam untuk anak-anak umur 10-15 tahun
f) Buku teknis cara cepat membaca yang baik untuk anak-anak umur 5-10 tahun
g) Buku flora dan fauna untuk anak-anak umur 6-15 tahun
h) Buku pandai berbahasa inggris untuk peminat bahasa inggris khusus untuk dibagikan.
i) Buku cepat dan tepat dalam menghitung untuk peminat menghitung khususnuntuk dibagikan
j) Buku informasi pendidikan jenjang atas sebagai bukti keberhasilan cita-cita anak-anak untuk umur 10-15 tahun
k) Buku keterampilan tangan untuk anak-anak umur 8-15 tahun


VI. PENDANAAN
pada lembar terpisah

VII. WAKTU
Direncanakan kegiatan ini dapat dimulai pada April 2010 ini dan akan berlangsung hingga Desember 2010.

VIII.PENUTUP
Harapan kami untuk pendanaan program ini dapat dibantu sepenuhnya oleh para sponsor.

Banda Aceh, 9 Februari 2010
Yayasan Pembinaan Kegiatan
Generasi Muda (YPKGM),



Ir.T.Syafrizal
Ketua

0 komentar:

Post a Comment

SHARETHIS

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg