Comments

Thursday 29 January 2015

KPK vs POLRI : Reflection Order Chaotic Life in Indonesia (Cerminan Tatanan Kehidupan yang Kacau di Indonesia)

Power is what makes the Commission and police clashed , regardless of the application of the rule itself , which means that here we are not going to review what the existing problems so that they are hostile , but that is obviously because both have the power in law then they are above the law itself. Kekuasaanlah yang membuat KPK dan POLRI berseteru, terlepas dari penerapan kekuasaan itu sendiri, artinya disini kita tidak akan meninjau apa persoalan yang ada sehingga mereka berseteru, tapi yang jelas karena sama-sama punya kuasa dalam hukum maka mereka merasa diatas hukum itu sendiri. Jadi apa itu kekuasaan, nah ini pendapat 3 orang ahli. 1.Menurut Gibson Kekuasaan adalah Kemampuan seseorang untuk memperoleh seuatu sesuai dengan cara yang dikehendaki. 2.Menurut Max Weber Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-   kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tinakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. 3.Menurut Lewin Kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang/kelompok orang untuk mempengaruhi yang lain dalam sistem yang ada. Kekuasaan adalah kemampuan yang mungkin untuk memaksa orang lain. Kekuasaan sangat berkaitan erat dengan wewenang.Perbedaan antara kekuasaan dengan wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan.Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Berdasarkan hal itu, maka perseteruan KPK dan POLRI ini sebenarnya tidak hanya terjadi dikalangan atas seperti ini, namun bila kita mau sedikit menundukkan kepala, maka akan terlihat bahwa hampir disemua tatanan kehidupan dalam masyarakat kita terjadi hal tersebut, tidak hanya di Jakarta, di Acehpun hal itu terjadi, namun gaungnya kecil hingga nyaris tidak kita sadari atau kita anggap kecil dan hanya menjadi berita basi saat minum kopi pagi. Namun yang penting diingat bahwa bagaimanapun besar kecilnya perseteruan itu tetap akan memberikan dampak negatif minimal pada cara pandang orang lain terhadap kita, bagaimana kita bertepuk dada mengatakan bahwa kita adalah bangsa yang besar, bila kita mengangkangi hukum, bermain bagaikan si raja hutan dengan kekuasaan yang diberikan masyarakat kepada kita? Bangsa-bangsa besar lainnya, bila ada pejabat yang ketahuan berbuat salah, maka mereka dengan sendirinya akan mengundurkan diri, malu sehingga kalau di Jepang mereka akan melakukan aksi bunuh diri sehingga aib putus sampai pada dirinya saja tidak menyeret kelurga yang ditinggalkannya. Kalau di bangsa kita, sesudah sesumbar akan gantung diri di Monas kalau terbukti bersalah tapi nyatanya hanya omong besar saja. Jadi walaupun belum dilakukan observasi mendalam, tapi sudah mulai terdengar bahwa Kita sangat pandai membuat perencanaan yang muluk-muluk tapi sangat pandai pula membelokkan rencana itu untuk kepentingan pribadi atau kelompok, kenapa karena dalam perencanaan kita selalu menekankan pentingnya program itu bagi pembangunan masyarakat, namun kita tidak pernah mengantisipasi bagaimana proses pelaksanaannya akan diterapkan, bagaimana sistem pengawasannya sehingga tepat sasaran, bagaimana kalau terjadi faktor X dan sebagainya, kita selalu memandang persoalan dengan gampang, selalu ingin vepat-cepat menyelesaikan persoalan sehingga mata kita dibutakan oleh sisi-sisi lain yang mungkin terjadi. Jadi kalau kita mengaku adalah baangsa yang besar, maka marilah kita mulai berfikiran besar, berjiwa besar dan tidak dikerdilkan oleh kekuasaan yang fana.

0 komentar:

Post a Comment

SHARETHIS

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg