Comments

Thursday 12 February 2015

Program CSR PT. Lafarge Cement Indonesia selalu Menuai Protes (CSR program PT. Lafarge Cement Indonesia always Reaping Protest)

Spanduk yang ada diphoto ini terpasang didepan Mesjid Kecamatan Leupung, dan merupakan bentuk protes masyarakat terhadap PT. Lafarge Cement Indonesia dimana janji mereka untuk menyalurkan air untuk kebutuhan masyarakat Leupung di gampong-gampong ternyata sesalu bermasalah tidak lancar. Hal ini sudah berulangkali terjadi, sebelumnya masyarakat Gampong Deah Mamplam memotong pipa air untuk PT. Lafarge Cement Indonesia karena juga terhambatnya penyaluran air ke gampong Deah Mamplam, dan kini berulang kembali. Berdasarkan hal tersebut mungkin perlu kita kaji kembali proses terjadinya kesepakatan antara PT. Lafage Cement Indonesia dengan masyarakat Kecamatan Leupung dan Kecamatan Lhoknga. Sesuai dengan hasil musyawarah masyarakat, tokoh masyarakat, Geuchik dan Muspika Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Leupung dengan PT.Lafarge Cement Indonesia pada tanggal 13 Desember 2008 telah dibuat kesepahaman bersama yang kemudian isi kesepahaman tersebut dituangkan dalam perjanjian bersama telah disahkan oleh Notaris Husnaina aflinda, SH nomor 15/HA/VII/2009 pada tanggal 27 Agustus 2009 yang menyatakan 4 (empat) butir kesepakatan, dimana pada butir 4. Penguatan dan Pengembangan Masyarakat, menyatakan: (1) PT.Semen Andalas Indonesia (kini bernama PT.Lafarge Cement Indonesia) akan melakukan penguatan dan pengembangan ekonomi masyarakat, pendidikan, kebudayaan, keagamaan dan kesehatan yang dilakukan melalui penyediaan dana pengembangan masyarakat serta pembangunan fasilitas umum. (2) PT.Semen Andalas Indonesia (kini bernama PT.Lafarge Cement Indonesia) akan menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagaimana dimaksud pada paragraph (1) sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) per tahun …. Dst (3) …. (4) …. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka masyarakat Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Leupung bersama dengan PT.Lafarge Cement Indonesia membentuk Komite Bersama sebagai implementer dana sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) per tahun untuk Penguatan dan Pengembangan Masyarakat Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Leupung. Untuk tujuan tersebut telah di buat Standard Operating Procedure pada 14 Juli 2010 lalu, namun dalam prakteknya banyak hal yang dirasakan tidak sesuai dan tidak diatur dalam SOP tersebut sehingga penyaluran dan penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada paragraph (1) diatas tidak terlaksana sebagaimana mestinya. A. Program Pengembangan Masyarakat di kecamatan Lhoknga dan Leupung telah berjalan kurang lebih 4 tahun, namun belum dirasakan oleh masyarakat di kedua kecamatan tersebut, hal ini terbukti dengan banyaknya keluhan dan gelombang protes kepada Komite Bersama, hal ini muncul karena system penyaluran dana 3 Milyar tersebut tidak jelas dan transparant. B. Job Description Komite Bersama tidak jelas dan tumpang tindih dimana selama ini CSR PT.LCI berperan pada semua kegiatan mulai dari perencanaan, pembuatan list program yang akan dijalankan, pembuatan LDP, implementasi sehingga peran Komite Pelaksana tidak lebih hanya pendamping dalam implementasi program. C. Monitoring dan Evaluasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, dimana sejalan dengan point diatas dimana job description yang tidak jelas menyebabkan evaluasi dan monitoring juga tidak jelas karena bila dana dan implementasi program dikerjakan sendiri oleh CSR PT.LCI maka bagaimana cara Komite Pelaksana dan Pengarah dapat melakukan evaluasi kedalam birokrasi administrasi dan financial PT.LCI ? namun sebaliknya bila dana disalurkan kepada komite pelaksana dan implementasinya juga dilakukan komite pelaksana maka gampang bagi CSR PT.LCI untuk melakukan evaluasi dan monitoring, demikian juga dengan Penyaluran bantuan yang hanya menanda tangani selembar kwitansi saja tanpa Perjanjian Kerja (Contract Agreetment) yang bersifat mengikat sehingga penerima bantuan dapat melihat dengan jelas berapa bantuan yang diberikan, untuk kegiatan apa, bagaimana penggunaanya dan apa tanggungjawab mereka setelah menerima bantuan, berapa lama akan dibantu dan kapan program atau proyek bantuan tersebut harus diselesaikan. Telah dilakukan upaya oleh Komite Pelaksana untuk memperbaiki berbagai kekurangan dalam pelaksanaan program CSR tersebut, termasuk diantaranya dengan melakukan Addendum SOP agar sesuai dengan standar yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dimana SOP ini telah dikaji berupalang kali bersama-sama dengan Dewan Pengarah (Para Mukim dan Ketua Forum Keuchik), namun saat semua telah rampung dan meminta piahk CSR PT. Lafarge untuk mengsahkannya, maka Addendum SOP ini ditunda-tunda pembahasannya sehingga akhirnya terlupakan. Untuk lebih jelasnya mungkin dapat dilihat pada berita Atjeh Pos berikut (silahkan klik disini) Dan kini di Kecamatan Leupung juga mulai menuai protes yang sempat hilang setelah sebelumnya juga ramai diteriakkan. Masalah air ini muncul karena PT. Lafarge Cement Indonesia mengambil air untuk kebutuhan pabrik semen dari sungai Sarah yang ada di Leupung, dan untuk itu masyarakat Leupung meminta kompensasi agar PT. Lafarge Cement Indonesia membuatkan jaringan instalasi air juga dari Sarah yang dialirkan kekampung-kampung di Kecamatan Leupung, namun nyatanya mereka setengah hati dalam membuat jaringan instalasi air tersebut sehingga supalay air ke masyarakat putus sambung yang disebabkan pekerjaannya yang tidak benar, bahkan disukan pekerjaan tersebut sarat dengan KKN karena dikerjakan oleh staf CSR sendiri. Dan hal inilah yang diduga memicu kenapa CSR PT. Lafarge Cement Indonesia mempertahankan status Quo SOP (Standart Operasional Procedure) yang sarat dengan berbagai kelemahan dan ketidakjelasan aturan sebagaimana telah diuraikan diatas dan sebagaimana diberitakan oleh Atjeh Pos. Kesimpulannya MoU yang dibuat antara PT. Lafarge Cement Indonesia dan Masyarakat Kecamata Lhoknga dan Kecamatan Leupung lahir karena adanya demontrasi masyarakat yang menuntut kepedulian PT. LCI terhadap lingkungannnya, jadi ini terpaksa diberikan sehingga tidak mengherankan bila mereka enggan dalam penyalurannya sehingga rekening bersama yang dituntut oleh stakeholder Masyarakat Lhoknga dan Msayarakat Leupung diabaikan, namun yang disayangkan bahwa mereka membuat para tokoh masyarakat sekarang merasa bahwa 3 Milyar itu adalah hadiah dari PT. LCI ke pada masyarakat, sehingga nyaris terlihat masyarakat seperti mengemis mengharapkan adanya penyaluran dana untuk program mereka. Tokoh masyarakat ini lupa bahwa dana 3 Milyar itu adalah HAK masyarakat Lhoknga dan masyarakat leupung, dan PT. LCI WAJIB untuk menyalurkan dana tersebut.

0 komentar:

Post a Comment

SHARETHIS

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg