Comments

Gedung Balai Pemuda merupakan Gedung Kontrolir Belanda yang direhab dan menjadi Pusat Kegiatan YPKGM sebelum tsunami

Tsunami Desember 2004 membuat Balai Pemuda rata dengan tanah

Gedung Pusat Belajar Anak yang dibangun kembali tahun 2009 di Leupung

Perpustakaan bantuan BRR ukuran 4 x 8 m

Ruangan yang disiapkan untuk ruang baca, namun kini masih dalam kondisi terbuka menunggu ularan tangan donatur

Ruang Meeting saat dirental oleh Partai Politik saat persiapan kampanye

Ruang Meeting - Disewakan untuk umum

Perpustakaan kondisi saat ini

Bimbingan Membaca dan Menulis bagi anak-anak di Pusat Belajar Anak - Perpustakaan YPKGM

Belajar Komputer untuk Anak di Pusat Belajar Anak di Leupung

Kelompok Tarian binaan Pusat Belajar Anak di Leupung

Anak dan Nenek seperti ini yang menjadi prioritas YPKGM untuk dibina

Agar Anak mendapat tempat membaca yang lebih nyaman dan tidak seperti ini yang menjadi alasan YPKGM membuka Pusat Belajar Anak

Anak ini yang menjadi prioritas YPKGM untuk dibina

Membawa anak-anak rekreasi kepantai salah satu upaya YPKGM agar anak-anak tidak jenuh dan tetap gembira

Membaca merupakan upaya membuka cakrawala pikir anak

Hasil latihan anak-anak akhirnya dituangkan dalam mengikuti Festival dan pertunjukan untuk umum

Hasil latihan anak-anak akhirnya dituangkan dalam mengikuti Festival dan pertunjukan untuk umum

Thursday 16 January 2014

SI BUNGSU PEMBERONTAK

Anak bungsu anak yang manja, aneuk tulot tot hatee ma (itu ungkapan dalam bahasa Aceh yang artinya anak bungsu membakar hati ibunya), hal ini sering kudengar ketika orang mengetahui aku adalah anak bungsu. Aku tidak tau kebenaran kata-kata tersebut, namun aku berkaca pada diriku sendiri dan memang kutemui bahwa sebagai anak bungsu memang aku mendapat perhatian lebih dari orang tuaku, dan hal ini juga memaksa abang-abangku juga ikut memberi perhatian lebih. Jadi hal inilah yang membuat anak bungsu manja, dan kemanjaan yang berlebih akan membuat malas serta bila semakin lama terbiasa juga akan diikuti dengan sifat mau menang sendiri, mau senang sendiri dan akibatnya kurangnya rasa solidaritas pada yang lain, jadi inilah kelak yang akan membuat anak pada akhirnya akan menyusahkan orang tuanya (membakar hati ibunya). Berdasarkan pemikian inilah maka aku sejak kelas 2 SMP sudah mulai memberontak dari kukungan kemanjaan yang diberikan oangtuaku, aku memberontak dari prdikat manja yang ada pada anak bungsu. Oleh karenanya tidak heran bila aku sering ikut kerja membantu tukang mengecat sekolah yang sedang dibangun didekat rumahku, aku juga sering keluyuran kepantai membantu nelayan menarik pukat, aku membiasakan diri membantu setiap orang yang membutuhkan bantuanku dan ini menyenangkan aku jadi anak yang disayangi baik oleh orang-orang dilingkungan terdekatku, maupun teman-temanku. Hal ini dapat kubuktikan, karena walaupun aku bergaul dengan beraneka jenis kalangan, diantaranya kelompok anak nelayan, dan saat berkumpul bersama mereka yang umumnya merokok dan minum minuman keras, aku sekalipun tidak pernah ditawari, bahkan bila aku ingin mencoba (merokok misalnya) mereka memarahiku "apa kamu merokok, bikin habis jatah orang aja" sehingga sampai sekarang aku tidak merokok. Nah jadi, jangan mau predikat yang diberikan umum mengalahkanmu, kamu harus ingat, masa depanmu ada ditanganmu - bukan orang tuamu - jadi mulailah sejak dini mengukir masa depanmu sehingga makin teliti dan makin terencana dengan baik maka makin menjamin bahwa kelak ukiranmu akan menghasilkan pola kehidupan yang baik dan indah. Amin.

MISKIN KOK PUNYA YAYASAN?

Ketika aku mengatakan aku punya Yayasan yang bergerak dibidang pembinaan anak dan remaja, banyak orang yang mengerutkan keningnya, namun biasanya mereka hanya berkomentar, "wah kok bisa ya?" atau "o...ooo ya?". Aku tidak heran akan reaksi mereka tersebut, karena kalau mereka yang kenal lama denganku pasti tau kondisi keuanganku, taraf ekonomi keluargaku yang sederhana saja, cukup-cukupan lah, walaupun tidak bisa dikatakan miskin namun juga bukan orang kaya. Ayahku seorang Pegawai Negeri Sipil, Kepala Tata Usaha di SMA negeri Sabang, ibuku tidak bekerja, hanya seorang ibu rumah tangga, dan walaupun orang tuaku seorang keturunan Uleebalang Aceh (bangsawan Aceh) namun orang tuanya (kakekku) tidak mewariskan harta pada ayahku, jadi yah keluarga kami merupakan keluarga terhormat, namun bukan orang kaya, jadi dengan demikian tidak heran kalau orang-orang pada heran kok aku bisa mendirikan Yayasan. Aku sendiri sebenarnya heran juga kok bisa sih, ini sebenarnya berawal dari tahun 1992 saat aku pulang kampung setamat kuliah pada tahun 1991. Di Kecamatan Lhoknga/Leupung Kabupaten Aceh Besar yang letaknya tidak jauh dari Kota banda Aceh, aku melihat anak-anak dan remaja disana sepulang sekolah banyak melakukan aktifitas yang tidak bermanfaat bahkan menjurus kearah negatif, betapa tidak sepulang sekolah mereka berkeluyuran tidak menentu, dan kadang kala mereka tidak segan memasuki kebun masyarakat yang tidak terjaga dan memetik buah-buahan yang ada, kelapa muda, mangga dll, atau mereka keluyuran kepantai dan sarah (sungai yang memiliki air jernih yang mengalir deras berbatu-batu) dimana banyak wisatawan lokal berekreasi di akhir pekan atau hari libur, mereka mengganggu para wisatawan tersebut, dan agar tidak diganggu mereka terpaksa mengberikan uang dll. Hal ini jauh berbeda dengan kehidupanku di Sabang, disana aku selalu memiliki aktifitas yang menyenangkan dan kurasa sangat bermanfaat bagi kami anak-anak dan remaja, kami di Sabang memiliki klub Teater, klub Tari, Klub Belajar Kelompok, Klub Kemping, sehingga setiap saat sepulang sekolah ada saja kegiatan yang kami ikuti, juga saat liburan kami kemping atau hiking. Begitu juga saat kuliah, aku bahkan mendirikan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) bidang Teater dibawah rektor III UNSYIAH Bapak Utju Alibasyah, hal yang sama aku lakukan juga di Sabang, saat aku SMP aku menderikan Teater Remaja, kami berlatih diemperan kantor - dihalaman rumah dan ditepi pantai, semua menjadi kenangan indah dan mempererat hubungan persahabatan kami. Latar belakang inilah yang membuatku terpanggil untuk menghimpun anak-anak dan remaja di Kecamatan Lhoknga/Leupung, mula-mula hanya 5 orang anak yang ikut kegiatan yang kuadakan, yaitu aku bercerita (story telling) pada anak-anak tersebut, lalu aku meminjamkan buku-buku dari koleksi pribadiku (album cerita ternama, si Kuncung, Donal Bebek dll), kemudian ketika kulihat mereka mulai bosan aku mengajarkan akting dan membuat naskah drama pendek dan ini akhirnya merangsangku untuk mementaskan hasil latihan yang lama telah dilakukan untuk mencegah anak-anak bosan, aku mendatangi perusahaan yang ada, tokoh masyarakat mengumpulkan dana untuk pementasan di lapangan bola kaki, nah pementasan yang berhasil, pertanggungjawaban dana yang jelas membuat aku dipercaya, sehingga pementasan merupakan kegiatan rutin yang kulakukan setiap 3 bulan sekali - dan dari dana yang terkumpul aku perlahan-lahan memiliki asset barang yang lumayan misalnya tape recorder untuk latihan menari, baju tarian, megaphone untuk latihan dialam terbuka dll. Keberhasilanku juga mendapat perhatian dari Drs.Nukman Bustaman seorang asisten Direktur pada PT.Semen Andalas Indonesia, yang akhirnya bertindak sebagai donatur tetap kegiatanku tersebut. asset inilah yang membuat aku terpikir untuk membuat sebuah lembaga yang memiliki badan hukum, untuk itu aku kenotaris dan disana aku kebingungan saat ditanya lembaga bagaimana yang ingin didirikan, aku balik bertanya dan akhirnya atas saran notaris tersebut Darma Budiman, SH aku mendirikan Yayasan yang kuberi nama Yayasan Pembinaan Kegiatan Generasi Muda (YPKGM). Nah inilah sebabnya, aku seorang pemuda lulusan S1 Sarjana peternakan UNSYIAH dengan bermodalkan kemauan dan kecintaanku pada anak-anak dan remaja, mendirikan Yayasan yang terus berkembang hingga kini.

Monday 13 January 2014

CALEG - DIMATA MASYARAKAT

Pemilu 2014 sudah dekat, daftar nama caleg yang muncul didaftar cukup banyak, masing-masing partai politik mengajukan daftar nama caleg yang cukup beragam, mulai dari pensiunan TNI, Polisi, PNS, bahkan para mantan pejabat juga tidak ketinggalan, pengusaha, dan yang patut dicermati banyaknya muncul nama-nama dari golongan kecil, mulai dari abang becak, pedagang kecil, ibu rumah tangga, pengangguran dll. Semua ini sah-sah saja, kalo tidak pasti nama mereka tidak akan lolos dari seleksi KPU, namun diam-diam banyak masyarakat yang mencibir saat melihat daftar nama para CALEG tersebut, ironinya ada yang bahkan melakukan tindakan anargis dalam menyatakan pandangan mereka, misalnya merobek spanduk, poster para CALEG yang banyak ditempeli dipinggiran jalan, ada yang melempari kotoran dsb. Namun disamping sikap seperti tersebut diatas, tidak kalah banyaknya juga yang begitu fanatik pada caleg yang mereka jagokan, mereka bersedia berkelahi bila jago mereka dilecehkan, mereka akan menghantam siapa saja yang berani merendahkan jago mereka. Mengamati berbagai respon tersebut saya mencoba mengkaji, apa yang sebenarnya terjadi, apa pandangan masyarakat terhadap para caleg tersebut, mengapa timbul pandangan seperti itu? Hal pertama yang saya tangkap, masyarakat tidak percaya lagi pada sosok Caleg - atau tepatnya anggota Legeslatif, karena menurut mereka - saat masih menjadi Caleg mereka hanya pandai mengobral janji namun begitu menjadi legeslatif maka mereka akan lupa pada semua janji mereka. Imbas dari hal tersebut maka mereka mulai pasang harga, apa yang akan kamu beri pada kami baru kami akan putuskan siapa yang akan kami pilih - hal ini berlaku bias dimana apapun yang kita berikan pada mereka maka bila ada yang memberi dengan nilai lebih tinggi maka itu yang akan mereka pilih. Ini berdampak pula pada penegakan hukum atau aturan main PEMILU, dimana money poliik yang dilarang akan sulit untuk diwujudkan dengan adanya aturan main sendiri yang berlangsung dimasyarakat. Hal kedua yang saya tangkap adalah sosok para CALEG yang ada, umumnya termotivasi menjadi CALEG karena ingin merubah nasibnya, yang miskin, pengangguran, dan lain sejenisnya ingin menjadi CALEG karena ini cara cepat menjadi kaya, mengelola dana aspirasi, mendapat fee - belum lagi gaji yang besar dan tunjangan yang wah - ini sangat menyilaukan mata dan ini kesempatan untuk mengumpul modal dan jadi kaya. Motivasi ini tertangkap jelas oleh masyarakat, sehingga mereka tidak percaya sosok seperti ini akan mampu membantu mereka lepas dari himpitan ekonomi yang semakin berat, tuntutan kehidupan yang semakin sarat. Sementara mantan Pejabat, Pensiunan Tentara, Polisi dianggap orang yang ingin mempertahankan posisi nyaman yang selama ini mereka nikmati - record mereka selama menjabat dan segala tindakan mereka dalam masyarakat kembali dikaji ulang dan umumnya masyarakat menilai mereka selama ini tidak memberi ari apapun pada masyarakat jadi mereka juga bukan pilihan tepat, hanya sebagian kecil dari hubungan kekerabatan yang akan memilih mereka. Lah, jadi kalo semua salah, semua jelek semua tidak cocok, siapa yang akan dipilih masyarakat? tunggu jawabannya pada posting saya berikutnya. oke!!!!