Comments

Thursday 19 March 2015

A Mind at a Time : Menemukan Bakat Istimewa Anak

Pikiran, adalah bentuk materi yang bersifat misterius yang dikeluarkan oleh otak. Aktivitas utama pikiran ini adalah berusaha keras mengetahui ciri-cirinya sendiri, kegagalan atas upaya ini desebabkan oleh fakta bahwa pikiran tidak memiliki apa-apa selain dirinya sendiri, dalam mencari tahu dirinya sendiri (AMBROSE BIERCE, The Devil's Dictionary) Waktu adalah dimana ada kesempatan, dan kesempatan adalah dimana tak ada banyak waktu.....Kesembuhan bergantung pada waktu, tetapi juga pada kesempatan. (HIPPROCRATES Epidemics) Demikian kata-kata paragraf pertama dan kedua pada Pengantar buku dengan judul sebagaimana diatas, nah saya tidak akan menyalin semua apa yang terdapat dibuku tersebut (bisa-bisa saya dituntut melanggar HAKI) walaupun sebenarnya ini sangat layak bahkan penting untuk disebar luaskan dalam upaya memahami anak bahwa mereka SEMUA ISTIMEWA dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dan mereka layak diperlakukan ISTIMEWA dan jangan buat perbedaan yang ada pada mereka menjadi ALASAN bagi anda untuk menghancurkan rasa PERCAYA DIRI ANAK. Jadi sadarilah bahwa planet bumi ini dihuni oleh berbagai jenis manusia dengan berbagai macam pikiran. Otak manusia itu unit. Sebagian manusia mempunyai otak yang mampu menciptakan simfoni dan soneta, sementara yang lain lebih cocok membangun kembatan, jalan raya dan komputer, mendesai pesawat terbang dan sistem jalan, mengendarai truk dan taksi, atau mencari penyebuhkan bagi kanker payudara dan hipertensi. Pertumbuhan masyarakat dan Kemajuan dunia bergantung pada komitmen kita dalam membantu ANAK_ANAK KITA hidup dengan pikiran yang berbeda-beda dan saling menghargai perbedaan tersebut. Orangtua memiliki tanggungjawab dan kebahagiaan tersendiri ketika mereka mengenali perbedaan masing-masing cara berpikir anak serta bagaimana menumbuhkannya. Hal tragis bisa terjadi jika kita salah memahami dan barangkali salah mengarahkan cara berpikir anak. Dan ini sering terjadi. Anak-anak yang tak mampu mengoperasikan pikiran mereka sesuai yang diharapkan merasa sangat tidak nyaman, sementara orangtua merekapun tidak bisa tidur memikirkan anak yang sulit memahami bacaan yang dibacanya atau sulit bergaul ataupun tidak bisa berkosentrasi disekolah. Guru merasa sangt kesal dan kadang merasa tak becus melihat kemunduran murid tanpa mengerti penyebabnya. Seringkali anak harus membayar mahal karena cara berpikir yang mereka bawa sejak lahir tersebut. Bukan salah mereka jika punya otak yang tidak bisa menangkap perintah dengan cepat, mengeja dengan tepat, menulis dengan baik, membaca dengan cepat, bekerja dengan efesien atau mengingat perkalian secara otomatis, mereka akan mendapat predikat ADD (attention deficit disorder) atau LD (Learning disability), sehingga kadangkala mereka harus menelan obat-obatan untuk menenangkan pikiran mereka belum lagi siksaan ejekan teman-teman sekelasnya, dan julukan-julukan atau panggilan-panggilan yang menhina "sitolol". "goblok" dll. Identitas intelektual mereka hanya dilihat dari nilai ulangan yang akan menentukan nasib mereka namun diragukan sepenuhnya bermanfaat dan membantu mereka dalam menghadapi kehidupan nyata. Kita tidak bisa berdiam diri sementara rasa percaya diri anak-anak seperti itu terpukul, terpuruk dalam kenistaan yang BUKAN SALAH MEREKA. Sebagian besar dari mereka disalah artikan, disepelekan, mendapat perlakuan yang salah, tau mendapat tuduhan yang tidak benar dari orang dewasa. "Saya tidak bisa melakukan apapun dengan baik, Ibu dan guru saya selalu berteriak-teriak pada saya, Rasanya saya ini anak yang paling Tolol di kelas, Mungkin saya dilahirkan demikian" demikian salah satu pernyataan anak yang patut kita cemaskan, karena tidak seorangpun boleh merasa seperti itu. Dan hal ini sangat umum terjadi, bahkan dalam kasus tertentu, anak-anak yang cerdaspun namun berasal dari keluarga kurang mampu kadangkala juga mendapat perlakuan seperti tersebut diatas, saya sangat ingat satu kasus dimana seorang anak dari kampung, karena oleh orang tuanya dianggap pintar dan bijak disekolahkan di kota pada sekolah favorit, karena masih kecil neneknya mendampingi, dan disinilah pelecehan dan penghancuran rasa percaya diri anak dimulai, anak tersebut setiap ada pertanyaan guru, selalu menjadi yang pertama mengacungkan tangan untuk menjawab, tapi gurunya selalu mengabaikannya dan memilih anak lain untuk menjawab, ini selalu terjadi sehingga tidak disangsikan lagi ada unsur kesengajaan mengabaikan anak tersebut, kalau dikatakan gurunya tidak melihat, maka anak tersebut duduk didepan, dan saat mengcungkan tangan dengan semangat ia maju kedepan, bahkan kadangkala hanya ia yang mengacungkan tangan, tapi tidak pernah mendapat kesempatan" Hal ini terungkap ketika saya mengunjungi keluarga tersebut dikampung setelah sekian lama tidak berkunjung, ketika saya memanggilnya maka saya menemukan anak yang kuper (kurang percaya diri) berbeda 100% dengan anak yang saya temukan 6 bulan sebelumnya - Masya Allah sangat metedihkan. Kasus lain saya temukan diawal tahun 2014 saat orang tua seorang anak kebetulan berkunjung dengan anaknya ke Children Learning Center, maka seperti biasa saya menawari anak tersebut untuk membaca buku yang ada diperpustakaan, anak itu hanya menunduk malu dan ibunya berkata lantang "Alah anak ini bodoh sekali, sudah besar belum bisa membaca, entah ikut siapa" saya mengurut dada dan berkata "Sudah bawa dia setiap sore kemari biar saya ajarkan membaca" dan ini diturti oleh ibu tersebut, Alhamdulillah dalam waktu 1 bulan maka ia sudah lancar membaca dan menulis, saya hanya bereksperiment selama satu minggu untuk menemukan metode yang tepat untuk anak tersebut. Dan yang lebih menggembirakan saat ulangan sekolah ia yang sebelumnya tidak pernah mendapat rangking, bisa mendapat Rangking 3, dan dengan keluguan seorang anak ia berkata "Bagaimana ibu guru ini, saya sudah pintar kok dikasi rangking sedikit" he he he baginya rangking angka 3 dinilai sama dengan nilai uang makin besar makin baik. Lalu pada kasus lain, saya menemukan anak yang benar-benar sulit, ia tetap tidak mampu menyimpan sedikitpun materi hari kemarin sehingga tidak mengalami kemajuan apa-apa, saat belajar pikirannya tidak disana, tidak bisa berkonsentrasi pada apa yang diajarkan, saya mencoba berbagai metode namun tidak membuahkan hasil, akhirnya saya mencoba mengorek apa yang ada dipikirannya, maka saya mendapatkan jawaban yang mengejutkan, ia mengatakan ia memang bodoh, ibunya selalu memukul kepalanya sambil berkata bodoh, dan ia berkata saya memang tidak akan bisa apa yang diajarkan ini karena saya memang bodoh" jadi perlakuan ibunya dan julukan atau sebutan bodoh itu sudah demikakian terpatri dipikirannya sehingga saat diajarkan ia sudah duluan berpikir tidak bisa, sehingga tidak menyerap apa yang diberikan. Setelah mengetahui hal ini, saya mendekati ibunya dan berkata ia tidak boleh laghi memukul anaknya dikepala bahkan dimanapun, dan jangan pernah lagi mengucapkan kata bodoh dan kata-kata kasar lainnya. Dan setelah itu ada perubahan yang ditunjukkan anak, ia mulai menyerap pelajaran yang saya berikan, namun sayang sebelum pengajaran ini tuntas, keluarga ini pindah ke Meulaboh dan saat liburan saya bertemu dengan ibunya - ia dengan bangga berkata anaknya di sekolah Meulaboh (dimana tepatnya saya tidak begitu jelas) mendapat juara. Namun saya sendiri tidak merasa bangga karena rasanya anak tersebut belum pulih seluruhnya dari rasa tidak percaya diri, jadi apakah benar ia dapat Juara saya menyangsikannya dan kalaupun benar ia mendapat Juara maka kualitas anak-anak disekolah tersebut yang rendah dan rasanya juga perlu mendapatkan bimbingan. Jadi alasan saya mendirikan Children Learning Center di Leupung ini berangkat dari pengalaman saya sejak tahun 1992 hingga akhirnya saya mendirikan Yayasan secara legal pada tahun 1994, anak - anak kadangkala tidak dapat berkomunikasi dengan bebas dengan orang tua mereka, karena tradisi menyatakan orangtua harus menanamkan bibawa dan rasa takut pada anak sehingga mereka menjadi patuh, Alhamdulillah ayah saya dan ibu tidak demikian, mereka sangat komunikatif sehingga kadangkala saya merasa terlalu ikut campur, tapi saat saya memahami pentingnya komunikasi dan melihat pengalaman keluarga lain, maka saya merasa sangat bersyukur. Kita semua pasti mengenal Darwin dengan tiorinya yang spaktakuler, namun Darwin mengakui bahwa otaknya bukanlah otak pemikir sehingga iapun tidak menggunakannya untuk menyerap pelajaran lebih dari satu jam, kalau ia tidak melakukan itu mungkin ia tidak akan pernah menghasilkan karyanya. Nah jika orang secerdas Darwin saja tidak mampu berkonsentrasi dalam waktu panjnag tanpa merasa lelah, maka seharusnya kita memahami anak-anak kita yang seringkali kita tuntut untuk belajar berjam-jam lamanya dan jika ia tidak mampu maka kita akan menyebutnya malas. (Leonard G. Guthrie, Functional Nervous Disorder in Childhood, 1909)

0 komentar:

Post a Comment

SHARETHIS

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg